Berada di petak 141 RPH Padas BKPH Trembes Perhutani, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, Blora, area seluas kurang lebih 119 hektare ini menyimpan banyak potensi sekaligus mitos. Secara geografis, wilayah yang biasa disebut Oro-oro Kesongo itu lebih dekat dengan Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Blora.
Lokasi Oro-oro Kesongo berjarak sekitar 80 kilometer dari pusat kota Blora melewati Kecamatan Randublatung dan Kecamatan Jati. Sejauh mata memandang, di kejauhan terlihat sekawanan kerbau asyik merumput di sekitar rawa.
Segerombolan burung bangau putih dan hitam beterbangan dan sesekali hinggap di atas genangan air rawa. Data yang ada menyebutkan, Oro-oro Kesongo juga menjadi endemik sejumlah burung yang dilindungi serta jamur derik yang hanya dapat ditemukan di tempat ini.
Mengingat potensi besar itu, Perum Perhutani bersama Tropical Forest Trust (TFT) menetapkan Oro-oro Kesongo sebagai kawasan konservasi.
Di balik Oro oro kesongo ini ada sebuah kisah yang sangat menarik untuk di bahas, yaitu asal usul oro-oro kesongo blor
Pada suatu hari di belantara hutan Randublatung Ki Joko Linglung datang untuk melakukan pertapaan. Pada pertapaannya itu, Ki Joko Linglung menjelma menjadi seekor ular yang sangat besar. Pertapaan ini memakan waktu bertahun-tahun lamanya, sehingga tubuh ular penjelmaan Ki Joko Linglung tertutup oleh pepohonan dan tanaman merambat. Berdasarkan pesan sang guru, selama bertapa Ki Joko Linglung dilarang makan, kecuali ada sesuatu yang masuk kedalam mulutnya. Dalam pertapaannya, Ular “ Joko Linglung” membuka mulutnya, sehingga terlihat seperti mulut goa.
Suatu ketika, datanglah sepuluh anak pengembala mengembalakan
sapinya di daerah tempat Ki Joko Linglung bertapa. Tiba-tiba terjadi
hujan lebat sehingga kesepuluh pengembala itu mencari tempat berteduh. Secara
tidak sengaja, salah satu dari sepuluh pengembala tersebut ada yang menemukan
goa. Kemudian dia mengajak teman-temannya untuk berteduh di goa yang
diketemukannya. Namun satu dari teman mereka tidak mau masuk ke dalam goa
tersebut.
Pada saat berteduh kesembilan pengembala tersebut tidak
menyadari kalau goa tempat mereka berteduh merupakan mulut dari ular penjelmaan
Ki Joko Linglung yang sedang bertapa. Di dalam goa kesembilan anak tesebut
memukul-mukulkan goloknya ke dinding goa. Dikarenakan terkejut dan kesakitan
dengan adanya orang yang masuk ke dalam mulutnya, ular jelmaan Ki Joko Linglung
pun menutup mulutnya. Dan kesembilan pengembala tadi pun tertelan ke dalam
perut ular penjelmaan Ki Joko Linglung.
Satu teman mereka yang tidak masuk ke dalam mulut goa
tersebut kaget melihat kejadian itu. Dan Ki Joko Linglung yang telah
kekenyangan setelah memakan kesembilan anak pengembala tersebut mengeluarkan
air liur dari mulutnya. Hal tersebut dikarenakan dia telah berpuasa
bertahun-tahun lamanya. Air liur Ki Joko Linglung yang jatuh ke tanah (bumi)
secara menakjubkan menjadi letupan-letupan sumber lumpur yang keluar dari perut
bumi. Setelah merasa kenyang Ki Joko Linglung pun kembali melanjutkan proses
pertapaannya dengan masuk ke perut bumi. Sumber lumpur yang keluar dari perut
bumi itu, sampai saat ini terus keluar dengan lokasi yang berpindah-pindah.Pada
saat tertentu terjadi letupan yang besar dan berlangsung seharian. Masyarakat
sekitar menyakini lokasi lumpur yang berpindah-pindah itu merupakan tempat
pertapaan Ki Joko Lingkung
Satu anak pengembala yang selamat itu pun pulang ke desanya.
Dia kemudian menceritakan semua kejadian yang dialaminya bersama
teman-temannya. Tempat semburan lumpur tersebut akhirnya dinamakan Kesongo atau
Pesongo yang berasal dari kata apesnya cah songgo (sialnya anak sembilan).
Dikarenakan cerita tentang kesaktian Ki Joko Linglung dan tempat pertapaannya tersebut berkembang di masyarakat luas, maka tempat ini pun sampai sekarang merupakan tempat yang banyak dikunjungi orang untuk melakukan ritual permohonan berkah kepada Ki Joko Linglung agar diberi kesuksesan dunia. Dalam setiap kegiatan ritual orang yang akan meminta berkah Ki Joko Linglung selalu membawa susu putih yang diyakini merupakan makanan kesukaan Ki Joko Linglung. Hal tersebut bertujuan agar keinginan peziarah dapat dikabulkan hajatnya oleh Ki Joko Linglung.
Kawasan yang menjadi daerah semburan lumpur memiliki luas
kurang lebih 5 hektar. Pada kawasan ini biasanya dijadikan sebagai tempat
masyarakat untuk meminta berkah pada Ki Joko Linglung. Pada saat setiap ritual,
peziarah selalu membawa susu putih yang dituangkan ke dalam kawah lumpur agar
permohonannya terkabul oleh Ki Joko Linglung.
Konon menurut masyarakat sekitar, susu putih merupakan
makanan favorit dari Ki Joko Linglung. Selain sebagai tempat pemujaan lokasi
semburan lumpur merupakan lokasi tempat bermain dan mencari makan beberapa
jenis satwa yang hidup di sekitar lokasi tersebut. Kawasan padang rumput
merupakan kawasan yang mayoritas ditumbuhi oleh vegetasi rumput. Kawasan savanna di Kesongo memiliki luas kurang lebih 112 ha.